ini postingan ku waktu jadi angota jurnalistik SMP ini karya terakhir ku waqtu saat
SMP 2 GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK
==========================================
***
“Kepada
seluruh anggota inti OSIS, agar segera berkumpul di sekretariat OSIS.
Terimakasih.” Suara pengumuman itu menggema di setiap sudut sekolah melalui
alat pengeras suara. 4 sekawan yang sedang menikmati makan siangnya, langsung menghentikan
pembicaraan yang sedang berlangsung seru itu. Mereka segera menuju ruangan OSIS yang terletak di
depan kantor kepala sekolah.
Mereka adalah Abel, Karin, Meta, dan Nadya. Abel,
seorang gadis yang sederhana. Ia selalu bisa menyelesaikan sebuah masalah
dengan kepala dingin. Rasa sosialismenya yang tinggi, membuat hampir semua
orang di sekolah menyukainya. Ia mau berteman dengan siapa saja, tanpa melihat
status sosial.
Karin, komentator yang cerewet. Kebiasaannya adalah
mengomentari apa saja yang dilihatnya. Tapi baiknya, omongannya selalu sesuai
dengan apa yang terjadi, ia orang yang jujur.
Nadya adalah seorang terpopuler di sekolah ini. Ia
tidak hanya didukung oleh parasnya yang menawan itu, tapi juga dengan
kepintaran dan kelancarannya berbahasa inggris.
Lain halnya dengan Meta, gadis pendiam yang terkenal
dengan sifat cueknya. Ia lebih senang menghabiskan waktu luangnya untuk
menulis. Setiap karyanya, selalu saja dimuat dalam majalah sekolah. Tapi,
melalui perbedaan itulah mereka melengkapi satu sama lainnya.
Sesampainya di ruangan osis, sikap Meta agak sedikit
aneh. Ia memandangi sekelilingnya. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil dalam
ruangan ini. Tapi ia segera melupakannya saat Abel sedikit berdehem. Saat ini, hanya ada mereka berempat di dalam
ruangan. Vino, ketua OSIS
tidak dapat menghadiri rapat karena ia harus mengurusi hal lain. Sedangkan
pembina OSIS, juga sedang
menghadiri rapat dengan kepala sekolah tentang acara ulangtahun sekolah yang
akan diadakan 2 hari lagi. Maka dari itu, Abel ditugasi untuk memimpin rapat
dalam membuat proposal dan menyusun acara ulangtahun tersebut.
“Oke guys. Sekarang kita mulai pekerjaannya. Biar
semuanya cepat beres, kita bagi tugas aja ya. Karin, lo bacain acara apa aja
yang bakalan ditampilin nanti. Meta,
lo catat apa yang dibacain Karin. Nadya, susun daftar tamu yang akan hadir, sekalian bikin
konsep pamfletnya. Gue yang ngetik proposal.”
“Yaelahhh, si Vino nyari masalah aja sih, pake ga
dateng segala. Ribet nih kerjaan jadinya.” Nadya mengeluh sambil menggembungkan
pipinya.
“Sabar Nad, semangat dong. Besok tuh kita serbu si Vino rame-rame” hibur Karin
singkat.
Meta hanya tersenyum, pertanda ia setuju dengan
pendapat Karin. Mereka mulai fokus melakukan pekerjaan yang mendesak itu.
Sambil bekerja, Meta tetap mengedarkan sudut matanya keseluruh ruangan.
Setelah 20 menit bekerja, Karin ambil suara. Ia
minta izin ke toilet karena panggilan alam.
Meta memandang Karin sampai punggungnya menghilang. Ia kembali memandangi
sekeliling. Perasaannya mulai tidak enak. Entah mengapa, ia juga tidak tahu.
‘Ada yang aneh disini.’ batin Meta gusar.
Setelah keluar dari toilet, Karin tersentak ketika
seperti melihat seseorang yang lewat begitu cepat. Ia memejamkan matanya,
kemudian menarik nafas panjang. Sontak, langsung saja ia berlari kembali ke
ruangan OSIS. Ia bingung, apa yang
dilihatnya tadi?
‘Gue…tadi
gue…ngeliat apa? Apa mungkin…gue…bisa…ahh, ga mungkin! Pasti cuma halusinasi aja. Itu
cuma ada pada keturunan
laki-laki keluarga gue.’ Batinnya sambil terus berpikir dan membuatnya resah.
Sampai di pintu ruangan OSIS, Meta langsung
memandangi Karin dari atas sampai ke bawah. Ia melihat ada gurat kekhawatiran
dalam diri Karin. Abel yang memperhatikan mereka, langsung bertanya, “Ta, lo
kenapa? Kok aneh gitu. Lo juga kar, pucet banget.”
“Hah? Hehe
ga apa-apa kok.” Jawab Meta cepat.
“I…iyaa
ga ada apa-apa kok.” Karin mengikuti sambil sedikit tersenyum.
Karin kembali duduk di depan Meta. Mereka saling
berpandangan, sibuk dengan pikiran yang berkecamuk dalam otak mereka. Abel
masih tetap memperhatikan mereka, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Nadya
tetap fokus dengan pekerjaannya.
Setelah semuanya selesai, mereka membereskan
peralatan dan bersiap-siap pulang. Saat akan sampai di gerbang sekolah, kembali
Karin tersentak, membelalakkan matanya. Bayangan itu lagi, begitu cepat. Meta
memegangi pundaknya. Bulu kuduknya merinding, merasakan suatu hawa aneh.
Dingin.
***
Malam harinya, di sebuah rumah besar yang terkesan
mewah, Karin, gadis berambut panjang itu masih memikirkan tentang apa yang tadi
dilihatnya di toilet dekat aula sekolah. Bayangan itu nyata, tapi begitu cepat.
Apakah benar ia mempunyai kelebihan yang sama dengan kakak laki-lakinya? Tapi
menurut cerita yang ia dapatkan dari ceritanya, kemampuan itu hanya ada
keturunan laki-laki keluarga Wibowo. Karin menghela napas panjang, ia bingung.
Sangat bingung. Ia memandang langit-langit kamarnya sambil terus memikirkan hal
itu sampai ia benar-benar terlelap dalam tidurnya.
Meta melirik jam dinding di kamarnya, sudah
menunjukkan pukul 22.45 WIB, tapi ia masih belum bisa memejamkan matanya.
Pikirannya masih fokus pada kejadian di ruangan OSIS tadi siang. Setelah merasa bosan, ia
beranjak menuju kamar mamanya. Ia harus membicarakan ini pada mamanya.
“Ma…meta boleh masuk?” Tanya Meta seraya mengetuk
pintu kamar mamanya.
“Ya, sayang. Silahkan.” Meta membuka pintu itu, dan
segera menghampiri mamanya. “kamu kok belum tidur? Sudah mau jam 11, besok kan
mau sekolah?” Tanya mama Meta.
“Ehmm…Meta mau tanya
sesuatu. Tapi, mama jawab jujur ya. Meta butuh penjelasan mama.”
Mama Meta mengeryitkan keningnya, “Memangnya ada apa
sayang?”
“Tadi ketika berada di ruangan OSIS, Meta merasakan suatu
hawa aneh, seperti merasakan kehadiran makhluk halus. Meta takut, ma.”
“Uhmm....Ngg....Meta,
mama pikir sudah saatnya
kamu tau. Kamu memang mempunyai kemampuan untuk merasakan keberadaan makhluk
halus, tapi kamu tidak bisa melihatnya. Hanya sekedar merasakan. Mama juga
tidak tau kenapa bisa begini, tapi kamu tidak usah takut ya. Itu adalah
kelebihan, supaya kamu lebih berhati-hati. Tetap minta perlindungan pada Allah,
sayang.” Mama memeluk Meta. Meta terhenyak. ‘Berarti ada suatu misteri di ruangan itu.
Gue harus cari tau,
tanpa ngelibatin sahabat-sahabat gue.’ batin
Meta.
***
Besok paginya, tidak seperti biasanya, Karin yang
selalu cerewet daritadi hanya diam. Pandangannya menerawang, begitu juga Meta.
Sibuk memikirkan kejadian kemarin. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja
mereka. Ternyata itu Vino, cowok pujaan di SMA Tariga ini.
“Hallo girls,
boleh gabung?”
“Boleh
dong, asal kita ditraktir.” Sambar Abel cepat.
“Traktir? Wah kebetulan banget. Gue juga niatnya
gitu nih.” Jawab Vino lagi.
“Ah masa? Gaya aja tuh. Palingan kayak kemaren lagi,
mau traktir tapi malah kita yang bayar semua makanan lo. Ga asik ah”
“Eh ini serius. Soalnya besok bakalan jadi hari
istimewa buat gue. Mau ga?”
“Eciyeeee, istimewa. Apaan tuh?”
“Ada deh, besok pasti tau. Eh, Nad, lo cantik banget
kalo dikuncir gini.”
“ASOYYYY ada yang muji-muji nih. Ada apa yaaa ehem”
Abel langsung mencibir kearah Vino. Nadya yang dipuji malah malu-malu, ia
menunduk. Vino tersenyum puas melihat ekspresi Nadya. Karin hanya tersenyum
sedikit, lalu tiba-tiba membelalakkan matanya. Meta langsung mengarahkan
matanya ke arah
Vino, seperti ada seseorang yang berada di belakangnya. Tak disangka, tiba-tiba
Karin pingsan. Mereka kaget, langsung menuju UKS.
Abel dan Nadya menunggu Karin sadar dengan perasaan gelisah dan cemas. Tidak
biasanya Karin pingsan.
Bahkan ini adalah
pertama kalinya Karin pingsan di sekolah. Meta tidak ada disini, ia sedang
berada di ruangan OSIS.
Ia yakin, apa yang
dirasakannya berhubungan dengan pingsannya Karin. Benar-benar suatu masalah. Ia
harus segera mengetahuinya, ia tidak ingin Abel, Nadya, dan Vino menjadi korban
selanjutnya. Cukup Karin sekali ini saja.
Setelah 20 menit berkeliling, Meta tidak merasakan
hawa itu lagi. Ia putus asa, memutuskan untuk kembali ke UKS saja. Saat Meta
sampai di UKS, Karin sudah sadar. Mukanya pucat, pandangannya masih kosong.
Raut wajah Nadya sangat panik, ia bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Abel hanya diam, berusaha mengajak Karin bicara.
“Kar, ngomong dong. Lo kenapa? Jangan ngelamun
gitu.”
Karin
hanya diam.
Saat Meta bertanya, Karin memejamkan matanya.
Sepertinya,
ia sudah benar-benar kembali normal.
“Karinnnn, lo kenapa? Ayo cerita”
“Gue, gue…ahh ga penting.” Jawab Karin menahan air
matanya.
“Kar, please lo cerita ke kita. Ada apa? Lo kenapa?”
desak Abel.
Lima menit mereka diam,
berpikir tentang peristiwa ini. Perlahan, Karin mulai bicara.
“Guys, gue…gue…mau
ngomong sesuatu. Tapi kalian jangan jauhin gue ya?”
Tanya Karin meyakinkan.
“Pasti lah kar, kita bakalan selalu bersama. Ayo
cerita.”
“Gue…punya…kemampuan ngeliat…makhluk halus.
Dan…tadi gue, ngeliat…seseorang…di belakang Vino…orang itu…juga gue liat
kemaren…pas dari toilet dan pas kita mau pulang.” Karin menyelesaikan
kalimatnya dengan susah payah.
Semua yang mendengarnya membelalakkan mata. Kecuali
Meta, ia tersenyum. Karin bingung, berusaga
mengartikan
senyum Meta itu.
“Tadinya gue berpikir kalo gue bakalan nyelesaiin
misteri ini sendiri, tapi setelah kita tau kalo Karin bisa ngeliat ‘mereka’,
gue pikir ini bakalan lebih mudah kalo dipecahin sama-sama. Kemampuan Karin
bisa digabungin sama kekuatan gue buat ngerasain dimana ada ‘mereka’. Gue
yakin, ada yang ga beres di sekolah kita ini, dan…gue bingung. Kenapa Vino
diikutin orang itu?”
Abel, Nadya, dan Karin langsung tersentak dengan wajah penuh kebingungan.
Mereka seperti berada di dalam sebuah mimpi, masuk ke dalam putaran cerita
penuh misteri ini. Seseorang yang mengikuti Vino? Apa maksudnya?
***
Hari ini acara ulangtahun sekolah akan
diselenggarakan. Abel, Karin, Meta, dan Nadya yang bertugas sebagai panitia
sudah berada di sekolah. Mereka datang pagi seperti ini, karena mereka harus melanjutkan
sedikit dekorasi pada pentas yang akan digunakan nanti.
Saat sampai di depan pentas, serentak semuanya
ternganga, mata mereka terbelalak tak percaya. Ruangan yang sudah mereka dekor
dengan indahnya, sekarang menjadi hancur berantakan. Kursi-kursi tergeletak
dimana-mana tak beraturan, meja-meja patah, dan pentas itu…siapa yang
menghancurkan semuanya? Nadya berteriak histeris. Meta langsung mengedarkan pandangannya
ke semua sudut.
Karin memejamkan matanya, merasa takut. Abel berjalan perlahan menuju sebuah
meja di atas pentas. Di atas meja itu, terletak setangkai mawar merah, dengan sebuah kertas
kecil.
“Aneh, semuanya berantakan, tapi bunga dan kertas
ini tidak.” Lirih Abel pelan.
“Gue
takut guys! Ini bener-bener misteri, gue takutttttttt!”
“Coba
baca suratnya, Bel.” Pinta Meta juga pelan.
TO : My lovely girl, Nadya.
Nad,
mungkin saat ini lo lagi baca surat ini dengan perasaan takut, tapi lo harus
yakin kalo gue bakalan selalu ada buat ngelindungin lo, meskipun lo ga ngeliat
itu.
Kita
udah sahabatan lama, tapi gue ga bisa nyimpan perasaan ini terus. Gue harus
bilang semuanya sama lo, kalo gue sayang sama lo. gue udah berusaha buat lupain
perasaan gue demi kata “persahabatan” itu, tapi semuanya malah nyiksa batin
gue.
Gue
harap lo bisa nyadar, kalo gue cinta sama lo, sayang sama lo, bukan sebagai
sahabat, tapi sebagai seorang laki-laki dan perempuan. Gue janji nanti gue
bakalan slalu ada di samping lo, tapi buat saat ini…gue bener-bener minta maaf
gabisa langsung nyatain perasaan gue ke lo, soalnya gue ga diizinin ngomongin
ini langsung.
Nadya, would you like to be my girl?
With love,
Vino.
Nadya terisak, berteriak, berusaha mengerti tentang
apa yang terjadi. Abel, Karin, dan Meta ikut mengeluarkan menangis. Mereka berpelukan,
merasa benar-benar di alam mimpi. Mawar putih dan surat Vino…tapi dimana Vino?
“VINO DIMANAAAAAA? DIA DIMANA? GUE JUGA SAYANG SAMA
LO VIN, LO DIMANA? GUE BUTUH LO, AYO TEMUIN GUE. GUE TAKUT DISINI VIN, JEMPUT
GUEEEEE!” Nadya berteriak histeris lagi.
Tiba-tiba Abel juga ikut berteriak, menunjuk sesuatu
di bawah.
“Itu…itu darah siapa?”
“Lebih
baik kita ikutin sampe di mana tetes darah ini berhenti. Kita harus selesaiin
misteri ini, secepatnya.” Komando Meta. Semua mengangguk. Karin membimbing
Nadya untuk melangkah. Tetesan darah tersebut menuju aula sekolah. Saat di
pertengahan jalan, tiba-tiba Abel jatuh. Kembali Nadya berteriak, Karin
memejamkan matanya. Meta menenangkan teman-temannya. Apa lagi ini?
Tidak beberapa menit setelah Abel jatuh, ia membuka
matanya, dan spontan langsung berlari menuju aula. Meta, Karin dan Nadya kaget.
Abel kenapa? Kesurupan? Ini
sangat aneh. Mereka segera berlari menyusul Abel. Saat sampai di
depan aula, Abel diam, menerawang. Meta bertanya kepada Abel tentang apa yang
terjadi.
“Gue tadi ngeliat apa yang terjadi di sekolah ini. 2
tahun lalu, penjaga sekolah ini dibunuh karena akan membocorkan rahasia tentang
korupsi di sekolah. Ia disiksa di dalam aula ini, dan kepalanya dipenggal,
dan…disembunyikan di balik tembok ini. Tentang Vino…tadi pagi, sebelum kita
datang, seseorang menusuknya dari belakang saat ia meletakkan mawar itu di atas
meja. Lalu, Vino diseret ke dalam toilet. Hanya itu…yang aku dapatkan.” Abel
mengakhiri ceritanya.
“Jadi, hubungannya dengan Vino?” Karin berusaha
berkomentar.
“Kalian ingat, 2 tahun lalu papa Vino adalah kepala
sekolah disini?” Meta berkata serius.
“Berarti yang membunuh penjaga sekolah itu…papa
Vino? Dan, mayat penjaga sekolah yang penasaran itu membalaskan dendamnya pada
Vino, anak dari orang yang membunuhnya?”
“Ya.” Jawab Abel singkat.
“Oh Tuhan!
Kenapa harus Vino? Orang yang aku sayang, ini mimpi paling buruk yang pernah
ada. Sadarkan aku dari mimpi ini, kembalikan aku pada keadaan normal, saat
dimana aku tersenyum bahagia bersama dia, orang yang aku sayang!” Nadya
mengigau. Ia terlalu shock dengan apa yang terjadi.
Abel dan Karin memeluk Nadya erat, berusaha
menenangkan. Meta sudah menelepon kepala sekolah dan beberapa guru lainnya. Tak
lama kemudian, kepala sekolah, guru-guru, dan siswa-siswi SMA Tariga sudah membanjiri
aula, tempat dimana semua misteri itu berasal. Di sana juga ada mama Vino dan
kakaknya. Papa Vino sedang berada di kantor polisi, sedang diintrogasi tentang
peristiwa yang terjadi 2 tahun lalu. Ia mengakui semuanya, dan sekarang ia
benar-benar sangat menyesal, kenapa harus anaknya yang mendapatkan balasan atas
tindakan amoralnya? Kenapa bukan dirinya saja?
Mama Vino menangis bersama Abel, Nadya, Karin, dan
Meta. Ini benar-benar tragedi yang ganas. Mereka masih belum percaya bahwa Vino
bernasib tragis seperti ini. Tangis histeris mereka makin memuncak saat mayat
Vino berhasil dikeluarkan dari toilet yang terkunci itu. Muka Vino lebam, dari
perut, kepala, dan telinganya mengalir darah segar.
Kepala sekolah sudah memerintahkan orang untuk
membongkar dinding aula tersebut, cukup lama sampai akhirnya benar-benar
ditemukan sebuah kepala yang penuh darah beku. Sungguh, ini adalah peristiwa
paling tragis yang pernah mereka alami. Mereka, gadis-gadis tangguh yang bisa
menyibak sebuah misteri, perasaan cinta Vino pada Nadya, dan sepenggal kepala
penjaga sekolah yang penasaran.
***