Sabtu, 04 April 2015

PERASAAN DAN PENASARAN








ini postingan ku waktu jadi angota jurnalistik SMP ini karya terakhir ku waqtu saat 
SMP  2 GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK
==========================================
 ***
“Kepada seluruh anggota inti OSIS, agar segera berkumpul di sekretariat OSIS. Terimakasih.” Suara pengumuman itu menggema di setiap sudut sekolah melalui alat pengeras suara. 4 sekawan yang sedang menikmati makan siangnya, langsung menghentikan pembicaraan yang sedang berlangsung seru itu. Mereka segera menuju ruangan OSIS yang terletak di depan kantor kepala sekolah.
Mereka adalah Abel, Karin, Meta, dan Nadya. Abel, seorang gadis yang sederhana. Ia selalu bisa menyelesaikan sebuah masalah dengan kepala dingin. Rasa sosialismenya yang tinggi, membuat hampir semua orang di sekolah menyukainya. Ia mau berteman dengan siapa saja, tanpa melihat status sosial.
Karin, komentator yang cerewet. Kebiasaannya adalah mengomentari apa saja yang dilihatnya. Tapi baiknya, omongannya selalu sesuai dengan apa yang terjadi, ia orang yang jujur.
Nadya adalah seorang terpopuler di sekolah ini. Ia tidak hanya didukung oleh parasnya yang menawan itu, tapi juga dengan kepintaran dan kelancarannya berbahasa inggris.
Lain halnya dengan Meta, gadis pendiam yang terkenal dengan sifat cueknya. Ia lebih senang menghabiskan waktu luangnya untuk menulis. Setiap karyanya, selalu saja dimuat dalam majalah sekolah. Tapi, melalui perbedaan itulah mereka melengkapi satu sama lainnya.
Sesampainya di ruangan osis, sikap Meta agak sedikit aneh. Ia memandangi sekelilingnya. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil dalam ruangan ini. Tapi ia segera melupakannya saat Abel sedikit berdehem. Saat  ini, hanya ada mereka berempat di dalam ruangan. Vino, ketua OSIS tidak dapat menghadiri rapat karena ia harus mengurusi hal lain. Sedangkan pembina OSIS, juga sedang menghadiri rapat dengan kepala sekolah tentang acara ulangtahun sekolah yang akan diadakan 2 hari lagi. Maka dari itu, Abel ditugasi untuk memimpin rapat dalam membuat proposal dan menyusun acara ulangtahun tersebut.
“Oke guys. Sekarang kita mulai pekerjaannya. Biar semuanya cepat beres, kita bagi tugas aja ya. Karin, lo bacain acara apa aja yang bakalan ditampilin nanti. Meta, lo catat apa yang dibacain Karin. Nadya, susun daftar tamu yang akan hadir, sekalian bikin konsep pamfletnya. Gue yang ngetik proposal.”
“Yaelahhh, si Vino nyari masalah aja sih, pake ga dateng segala. Ribet nih kerjaan jadinya.” Nadya mengeluh sambil menggembungkan pipinya.
“Sabar Nad, semangat dong. Besok tuh kita serbu si Vino rame-rame” hibur Karin singkat.
Meta hanya tersenyum, pertanda ia setuju dengan pendapat Karin. Mereka mulai fokus melakukan pekerjaan yang mendesak itu. Sambil bekerja, Meta tetap mengedarkan sudut matanya keseluruh ruangan.
Setelah 20 menit bekerja, Karin ambil suara. Ia minta izin ke toilet karena panggilan alam. Meta memandang Karin sampai punggungnya menghilang. Ia kembali memandangi sekeliling. Perasaannya mulai tidak enak. Entah mengapa, ia juga tidak tahu. ‘Ada yang aneh disini.’ batin Meta gusar.
Setelah keluar dari toilet, Karin tersentak ketika seperti melihat seseorang yang lewat begitu cepat. Ia memejamkan matanya, kemudian menarik nafas panjang. Sontak, langsung saja ia berlari kembali ke ruangan OSIS. Ia bingung, apa yang dilihatnya tadi?
Gue…tadi gue…ngeliat apa? Apa mungkin…gue…bisa…ahh, ga mungkin! Pasti cuma halusinasi aja. Itu cuma ada pada keturunan laki-laki keluarga gue.’ Batinnya sambil terus berpikir dan membuatnya resah.
Sampai di pintu ruangan OSIS, Meta langsung memandangi Karin dari atas sampai ke bawah. Ia melihat ada gurat kekhawatiran dalam diri Karin. Abel yang memperhatikan mereka, langsung bertanya, “Ta, lo kenapa? Kok aneh gitu. Lo juga kar, pucet banget.”
Hah? Hehe ga apa-apa kok.” Jawab Meta cepat.
I…iyaa ga ada apa-apa kok.” Karin mengikuti sambil sedikit tersenyum.
Karin kembali duduk di depan Meta. Mereka saling berpandangan, sibuk dengan pikiran yang berkecamuk dalam otak mereka. Abel masih tetap memperhatikan mereka, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Nadya tetap fokus dengan pekerjaannya.
Setelah semuanya selesai, mereka membereskan peralatan dan bersiap-siap pulang. Saat akan sampai di gerbang sekolah, kembali Karin tersentak, membelalakkan matanya. Bayangan itu lagi, begitu cepat. Meta memegangi pundaknya. Bulu kuduknya merinding, merasakan suatu hawa aneh. Dingin.
***
Malam harinya, di sebuah rumah besar yang terkesan mewah, Karin, gadis berambut panjang itu masih memikirkan tentang apa yang tadi dilihatnya di toilet dekat aula sekolah. Bayangan itu nyata, tapi begitu cepat. Apakah benar ia mempunyai kelebihan yang sama dengan kakak laki-lakinya? Tapi menurut cerita yang ia dapatkan dari ceritanya, kemampuan itu hanya ada keturunan laki-laki keluarga Wibowo. Karin menghela napas panjang, ia bingung. Sangat bingung. Ia memandang langit-langit kamarnya sambil terus memikirkan hal itu sampai ia benar-benar terlelap dalam tidurnya.
Meta melirik jam dinding di kamarnya, sudah menunjukkan pukul 22.45 WIB, tapi ia masih belum bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih fokus pada kejadian di ruangan OSIS tadi siang. Setelah merasa bosan, ia beranjak menuju kamar mamanya. Ia harus membicarakan ini pada mamanya.
“Ma…meta boleh masuk?” Tanya Meta seraya mengetuk pintu kamar mamanya.
“Ya, sayang. Silahkan.” Meta membuka pintu itu, dan segera menghampiri mamanya. “kamu kok belum tidur? Sudah mau jam 11, besok kan mau sekolah?” Tanya mama Meta.
“Ehmm…Meta mau tanya sesuatu. Tapi, mama jawab jujur ya. Meta butuh penjelasan mama.”
Mama Meta mengeryitkan keningnya, “Memangnya ada apa sayang?”
“Tadi ketika berada di ruangan OSIS, Meta merasakan suatu hawa aneh, seperti merasakan kehadiran makhluk halus. Meta takut, ma.”
Uhmm....Ngg....Meta, mama pikir sudah saatnya kamu tau. Kamu memang mempunyai kemampuan untuk merasakan keberadaan makhluk halus, tapi kamu tidak bisa melihatnya. Hanya sekedar merasakan. Mama juga tidak tau kenapa bisa begini, tapi kamu tidak usah takut ya. Itu adalah kelebihan, supaya kamu lebih berhati-hati. Tetap minta perlindungan pada Allah, sayang.” Mama memeluk Meta. Meta terhenyak. ‘Berarti ada suatu misteri di ruangan itu. Gue harus cari tau, tanpa ngelibatin sahabat-sahabat gue.’ batin Meta.
***
Besok paginya, tidak seperti biasanya, Karin yang selalu cerewet daritadi hanya diam. Pandangannya menerawang, begitu juga Meta. Sibuk memikirkan kejadian kemarin. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja mereka. Ternyata itu Vino, cowok pujaan di SMA Tariga ini.
“Hallo girls, boleh gabung?”
Boleh dong, asal kita ditraktir.” Sambar Abel cepat.
“Traktir? Wah kebetulan banget. Gue juga niatnya gitu nih.” Jawab Vino lagi.
“Ah masa? Gaya aja tuh. Palingan kayak kemaren lagi, mau traktir tapi malah kita yang bayar semua makanan lo. Ga asik ah”
“Eh ini serius. Soalnya besok bakalan jadi hari istimewa buat gue. Mau ga?”
“Eciyeeee, istimewa. Apaan tuh?”
“Ada deh, besok pasti tau. Eh, Nad, lo cantik banget kalo dikuncir gini.”
“ASOYYYY ada yang muji-muji nih. Ada apa yaaa ehem” Abel langsung mencibir kearah Vino. Nadya yang dipuji malah malu-malu, ia menunduk. Vino tersenyum puas melihat ekspresi Nadya. Karin hanya tersenyum sedikit, lalu tiba-tiba membelalakkan matanya. Meta langsung mengarahkan matanya ke arah Vino, seperti ada seseorang yang berada di belakangnya. Tak disangka, tiba-tiba Karin pingsan. Mereka kaget, langsung menuju UKS.
Abel dan Nadya menunggu Karin sadar dengan perasaan gelisah dan cemas. Tidak biasanya Karin pingsan. Bahkan ini adalah pertama kalinya Karin pingsan di sekolah. Meta tidak ada disini, ia sedang berada di ruangan OSIS. Ia yakin, apa yang dirasakannya berhubungan dengan pingsannya Karin. Benar-benar suatu masalah. Ia harus segera mengetahuinya, ia tidak ingin Abel, Nadya, dan Vino menjadi korban selanjutnya. Cukup Karin sekali ini saja.
Setelah 20 menit berkeliling, Meta tidak merasakan hawa itu lagi. Ia putus asa, memutuskan untuk kembali ke UKS saja. Saat Meta sampai di UKS, Karin sudah sadar. Mukanya pucat, pandangannya masih kosong. Raut wajah Nadya sangat panik, ia bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Abel hanya diam, berusaha mengajak Karin bicara.
“Kar, ngomong dong. Lo kenapa? Jangan ngelamun gitu.”
Karin hanya diam.
Saat Meta bertanya, Karin memejamkan matanya. Sepertinya, ia sudah benar-benar kembali normal.
“Karinnnn, lo kenapa? Ayo cerita”
“Gue, gue…ahh ga penting.” Jawab Karin menahan air matanya.
“Kar, please lo cerita ke kita. Ada apa? Lo kenapa?” desak Abel.
Lima menit mereka diam, berpikir tentang peristiwa ini. Perlahan, Karin mulai bicara.
“Guys, gue…gue…mau ngomong sesuatu. Tapi kalian jangan jauhin gue ya?” Tanya Karin meyakinkan.
“Pasti lah kar, kita bakalan selalu bersama. Ayo cerita.”
Gue…punya…kemampuan ngeliat…makhluk halus. Dan…tadi gue, ngeliat…seseorang…di belakang Vino…orang itu…juga gue liat kemaren…pas dari toilet dan pas kita mau pulang.” Karin menyelesaikan kalimatnya dengan susah payah.
Semua yang mendengarnya membelalakkan mata. Kecuali Meta, ia tersenyum. Karin bingung, berusaga mengartikan senyum Meta itu.
“Tadinya gue berpikir kalo gue bakalan nyelesaiin misteri ini sendiri, tapi setelah kita tau kalo Karin bisa ngeliat ‘mereka’, gue pikir ini bakalan lebih mudah kalo dipecahin sama-sama. Kemampuan Karin bisa digabungin sama kekuatan gue buat ngerasain dimana ada ‘mereka’. Gue yakin, ada yang ga beres di sekolah kita ini, dan…gue bingung. Kenapa Vino diikutin orang itu?”
Abel, Nadya, dan Karin langsung tersentak dengan wajah penuh kebingungan. Mereka seperti berada di dalam sebuah mimpi, masuk ke dalam putaran cerita penuh misteri ini. Seseorang yang mengikuti Vino? Apa maksudnya?
***
Hari ini acara ulangtahun sekolah akan diselenggarakan. Abel, Karin, Meta, dan Nadya yang bertugas sebagai panitia sudah berada di sekolah. Mereka datang pagi seperti ini, karena mereka harus melanjutkan sedikit dekorasi pada pentas yang akan digunakan nanti.
Saat sampai di depan pentas, serentak semuanya ternganga, mata mereka terbelalak tak percaya. Ruangan yang sudah mereka dekor dengan indahnya, sekarang menjadi hancur berantakan. Kursi-kursi tergeletak dimana-mana tak beraturan, meja-meja patah, dan pentas itu…siapa yang menghancurkan semuanya? Nadya berteriak histeris. Meta langsung mengedarkan pandangannya ke semua sudut. Karin memejamkan matanya, merasa takut. Abel berjalan perlahan menuju sebuah meja di atas pentas. Di atas meja itu, terletak setangkai mawar merah, dengan sebuah kertas kecil.
“Aneh, semuanya berantakan, tapi bunga dan kertas ini tidak.” Lirih Abel pelan.
Gue takut guys! Ini bener-bener misteri, gue takutttttttt!”
Coba baca suratnya, Bel.” Pinta Meta juga pelan.
TO : My lovely girl, Nadya.
Nad, mungkin saat ini lo lagi baca surat ini dengan perasaan takut, tapi lo harus yakin kalo gue bakalan selalu ada buat ngelindungin lo, meskipun lo ga ngeliat itu.
Kita udah sahabatan lama, tapi gue ga bisa nyimpan perasaan ini terus. Gue harus bilang semuanya sama lo, kalo gue sayang sama lo. gue udah berusaha buat lupain perasaan gue demi kata “persahabatan” itu, tapi semuanya malah nyiksa batin gue.
Gue harap lo bisa nyadar, kalo gue cinta sama lo, sayang sama lo, bukan sebagai sahabat, tapi sebagai seorang laki-laki dan perempuan. Gue janji nanti gue bakalan slalu ada di samping lo, tapi buat saat ini…gue bener-bener minta maaf gabisa langsung nyatain perasaan gue ke lo, soalnya gue ga diizinin ngomongin ini langsung.
Nadya, would you like to be my girl?
With love,
Vino.
Nadya terisak, berteriak, berusaha mengerti tentang apa yang terjadi. Abel, Karin, dan Meta ikut mengeluarkan menangis. Mereka berpelukan, merasa benar-benar di alam mimpi. Mawar putih dan surat Vino…tapi dimana Vino?
“VINO DIMANAAAAAA? DIA DIMANA? GUE JUGA SAYANG SAMA LO VIN, LO DIMANA? GUE BUTUH LO, AYO TEMUIN GUE. GUE TAKUT DISINI VIN, JEMPUT GUEEEEE!” Nadya berteriak histeris lagi.
Tiba-tiba Abel juga ikut berteriak, menunjuk sesuatu di bawah.
“Itu…itu darah siapa?”
Lebih baik kita ikutin sampe di mana tetes darah ini berhenti. Kita harus selesaiin misteri ini, secepatnya.” Komando Meta. Semua mengangguk. Karin membimbing Nadya untuk melangkah. Tetesan darah tersebut menuju aula sekolah. Saat di pertengahan jalan, tiba-tiba Abel jatuh. Kembali Nadya berteriak, Karin memejamkan matanya. Meta menenangkan teman-temannya. Apa lagi ini?
Tidak beberapa menit setelah Abel jatuh, ia membuka matanya, dan spontan langsung berlari menuju aula. Meta, Karin dan Nadya kaget. Abel kenapa? Kesurupan? Ini sangat aneh. Mereka segera berlari menyusul Abel. Saat sampai di depan aula, Abel diam, menerawang. Meta bertanya kepada Abel tentang apa yang terjadi.
“Gue tadi ngeliat apa yang terjadi di sekolah ini. 2 tahun lalu, penjaga sekolah ini dibunuh karena akan membocorkan rahasia tentang korupsi di sekolah. Ia disiksa di dalam aula ini, dan kepalanya dipenggal, dan…disembunyikan di balik tembok ini. Tentang Vino…tadi pagi, sebelum kita datang, seseorang menusuknya dari belakang saat ia meletakkan mawar itu di atas meja. Lalu, Vino diseret ke dalam toilet. Hanya itu…yang aku dapatkan.” Abel mengakhiri ceritanya.
“Jadi, hubungannya dengan Vino?” Karin berusaha berkomentar.
“Kalian ingat, 2 tahun lalu papa Vino adalah kepala sekolah disini?” Meta berkata serius.
“Berarti yang membunuh penjaga sekolah itu…papa Vino? Dan, mayat penjaga sekolah yang penasaran itu membalaskan dendamnya pada Vino, anak dari orang yang membunuhnya?”
“Ya.” Jawab Abel singkat.
“Oh Tuhan! Kenapa harus Vino? Orang yang aku sayang, ini mimpi paling buruk yang pernah ada. Sadarkan aku dari mimpi ini, kembalikan aku pada keadaan normal, saat dimana aku tersenyum bahagia bersama dia, orang yang aku sayang!” Nadya mengigau. Ia terlalu shock dengan apa yang terjadi.
Abel dan Karin memeluk Nadya erat, berusaha menenangkan. Meta sudah menelepon kepala sekolah dan beberapa guru lainnya. Tak lama kemudian, kepala sekolah, guru-guru, dan siswa-siswi SMA Tariga sudah membanjiri aula, tempat dimana semua misteri itu berasal. Di sana juga ada mama Vino dan kakaknya. Papa Vino sedang berada di kantor polisi, sedang diintrogasi tentang peristiwa yang terjadi 2 tahun lalu. Ia mengakui semuanya, dan sekarang ia benar-benar sangat menyesal, kenapa harus anaknya yang mendapatkan balasan atas tindakan amoralnya? Kenapa bukan dirinya saja?
Mama Vino menangis bersama Abel, Nadya, Karin, dan Meta. Ini benar-benar tragedi yang ganas. Mereka masih belum percaya bahwa Vino bernasib tragis seperti ini. Tangis histeris mereka makin memuncak saat mayat Vino berhasil dikeluarkan dari toilet yang terkunci itu. Muka Vino lebam, dari perut, kepala, dan telinganya mengalir darah segar.
Kepala sekolah sudah memerintahkan orang untuk membongkar dinding aula tersebut, cukup lama sampai akhirnya benar-benar ditemukan sebuah kepala yang penuh darah beku. Sungguh, ini adalah peristiwa paling tragis yang pernah mereka alami. Mereka, gadis-gadis tangguh yang bisa menyibak sebuah misteri, perasaan cinta Vino pada Nadya, dan sepenggal kepala penjaga sekolah yang penasaran.
***

Journey of August



nah kali ini aku akan posting yang udah lama 
blom sempat di posting sih karena kesibukan hehehe
ayo sini baca cerita liburan ku kali ini 
Halohaaaaa! Welcome August.
Bulan ini bakalan buka lembaran baru sama aktivitas-aktivitas baru.
Kuliah makin deket. Gimanapun, siap ga siap ya harus siap.
Semoga aja proses 'mahasiswai' ini lancar dari awal sampe akhirnya nanti, beberapa tahun ke depan.
Aamiin yaRabbal alaamiin.

Postingan kali ini mau cerita tentang perjalanan panjang yang bikin badan remuk beneran.
For the second times, berangkat ke Jakarta pake mobil.
Hoalaaaaah padahal dulu saya udah niatin ga bakalan mau naik mobil lagi. Capeknya dapet banget!
Ngelewatin provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Sepanjang jalan, kebanyakan tidur. Berharap pas bangun udah nyampe jkt.
Sebenernya seru sih kalo bisa nikmatin perjalanan sejauh itu, bisa ngeliatin daerah orang. 
Tapi tetep aja itu jadi semacam penyiksaan buat saya-_-

Berangkat Jum'at abis magrib, nyampe di pelabuhan Bakauheni Minggu jam 12 malem lewat dikit.
Namanya arus balik pasca lebaran, pelabuhan padat merayap.
Dan info pentingnya, baru dapet kapal sekitar jam 4.
Asli lumutan parah nungguin sampe 4 jam gitu.
Udah gitu, pas lagi nyebrang, kapalnya berenti tengah laut gara-gara dermaga Merak penuh sama kapal lain.
Ceritanya ga dapet parkiran gitu.
Nungguin cukup lama, akhirnya nyampe seberang kira-kira jam setengah 8. 
Abis itu langsung meluncur ke Cikarang.
Untungnya jalanan lumayan sepi, jadi nyampenya cepet. 
Sampe rumah langsung tepaaaaaaar.

Besok paginya berangkat ke Surabaya.
Ini bener-bener bikin gondok!
Pegel superrrr dan butuh perjuangan panjang buat nyampe ke ujung pulau Jawa situ.
Ga ke Sby jugasih, cuma ke Sidoarjo.
Besoknya baru berangkat ke rumah sodara di Surabaya.
Malemnya jalan ke jembatan Suramadu.
Kalo ditanya, udah pernah ke Madura apa belum, jawabnya udah lah ya. Walopun cuma sampe gerbang Madura lol.

Rencana malem itu juga nginep di Malang.
Gara-gara kecapean, yowes dibatalin.
Paginya cuss ke Malang.
Tujuan utama ke Museum Angkut.
Nyampe sana, antrian beli tiket udah panjang bangeeet.
Padahal loket pembelian tiket belum buka.
Ga kerasa, main di Museum Angkut dari pagi sampe sore.
Next, insyaAllah bakalan posting sedikit tentang Museum Angkut.

Balik dari sana, istirahat di rumah sodara yang di Malang.
Malemnya balik ke Sidoarjo.
Nginep malem itu, jam 8 pagi lewat dikit, berangkat ke Jogja.
Gatau kenapa nyampe Jogja malem.
Padahal maksimalnya cuma 6 jam. 
Akhirnya jadwal pulang ke Jkt dibatalin.
Malem itu muterin Malioboro, trus nginep di hotel.

Naaaaah paginya baru keliling Jogja pake becak.
Oalaaaaah Jogja beneran bikin dompet nipis.
Jalan ke Malioboro sama pasar Beringharjo, pengen ini pengen itu hahahah-_-
Setelah puas belanja banyak, siangnya balik ke Jkt.
Berakhirlah perjalanan hari itu.
Sabtu istirahat di rumah.
Minggu masuk asrama.
Rada serem sih ngebayanginnya.
Tapi gimanapun harus siap mental dan fisik.
Mangaaaaat! 

Ini ceritaku. Apa ceritamu?

 
biz.